Home » » KABUPATEN TOJO UNA-UNA

KABUPATEN TOJO UNA-UNA

A. GAMBARAN UMUM
Kabupaten Tojo Una‐Una sebelumnya merupakan bagian Kabupaten Poso yang dimekarkan berdasarkan Undang‐Undang No. 32 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dan peresmiannya dilaksanakan di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 7 Januari 2004 bersamaan dengan 24 kabupaten lainnya di mekarkan saat itu. Kabupaten Tojo Una‐Una awalnya memiliki 8 kecamatan yang membawahi 6 kelurahan, 94 desa definitif 16 desa persiapan dan 2 desa yang berstatus UPT, sejak tahun 2005 terjadi pemekaran kecamatan sehingga kecamatan keseluruhan menjadi 9 dengan 6 kelurahan serta 111 desa dan 2 UPT.

Wilayah Kabupaten Tojo Una‐Una terdiri atas wilayah daratan dan wilayah kepulauan dengan luas wilayah daratan 5.721,51 km2 atau 572.151 Ha dan luas laut 3.566,21 km2, dengan panjang pantai + 951,115 km yang mana wilayah daratan terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yakni Kecamatan Tojo, Kecamatan Tojo Barat, Kecamatan Ulubongka, Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan Ampana Tete serta wilayah kepulauan terdiri dari 4 kecamatan yang terdiri dari Kecamatan Una – Una, Kecamatan Togean, Kecamatan Walea Kepulauan dan Kecamatan Walea Besar.

B. SEJARAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA
Sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una tidak terlepas dan mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan Propinsi Sulawesi Tengah. Propinsi Sulawesi Tengah dimasa lampau atau dimasa penjajahan terbagi atas beberapa daerah otonom yang mempunyai sejarah dan asal usul sendiri-sendiri, daerah ini terbagi atas swapraja-swapraja yang secara administratif digabungkan dalam beberapa daerah pemerintahan yang berbentuk Afdeling dan Onderafdeling. Pada masa itu Propinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 2 (dua) Afdeling yakni: Afdeling Donggala dan Afdeling Poso.
  1. Landschap Poso Lage berkedudukan di Poso
  2. Landschap Lore berkedudukan di Wanga
  3. Landschap Tojo berkedudukan di Ampana dan
  4. Landschap Una-Una berkedudukan di Una-Una

Pada pembentukan Indonesia Timur dengan UU No. 44 Tahun 1950 afdeling-afdeling tersebut digabungkan menjadi satu daerah setingkat Propinsi dan dalam perkembangannya Daerah Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 (dua) Kabupaten yakni:
  1. Kabupaten Donggala meliputi Toli-toli
  2. Kabupaten Poso meliputi Banggai

Berdasarkan UU No. 29 Tahun 1959 Daerah Sulawesi Tengah dibagi lagi menjadi 4 (empat) Kabupaten dengan memekarkan sebagian wilayah Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, yaitu:
  1. Kabupaten Donggala
  2. Kabupaten Buol Toli-toli
  3. Kabupaten Poso
  4. Kabupaten Luwuk Banggai

Kemudian dengan UU No. 13 Tahun 1964 ke empat Kabupaten tersebut disatukan menjadi satu Propinsi Otonom Sulawesi Tengah terlepas dari Propinsi Sulawesi Utara Tengah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 47 Prp. Tahun 1960 setelah terlebih dahulu melalui status Residen Koordinator sebagai suatu ikatan Administratif.

Kabupaten Tojo Una-Una berawal dari terbentuknya Kewedanaan Tojo Una-Una yang merupakan bekas wilayah swapraja yang berkedudukan di Ampana yang dibentuk atas kuasa Zelfbestuurregeling Tahun 1938 dengan Pimpinan Wilayahnya Bapak DJAFAR LAPASERE. Seiring dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 1959 Tentang Penghapusan Wilayah-wilayah Swapraja serta berdasarkan usulan yang diajukan sebelumnya, maka Bupati KDH Poso atas perintah Residen Koordinator Sulawesi Tengah, mengeluarkan Instruksi No. 1 Tahun 1960 Tanggal 9 Februari 1960 untuk mempersiapkan Kewedanaan Tojo Una-Una.

Pada awal Tahun 1961 dalam kunjungan kerjanya di wilayah Tojo Una-Una, Gubernur KDH Sulawesi Utara Tengah Bapak A.BARAMULI, SH mendukung aktivitas masyarakat dalam mempersiapkan Kewedanaan Tojo Una-Una dan Tojo Una-Una diberi status Kewedanaan yang membawahi ex Landschap Tojo dan ex Landschap Una-Una dengan Ibu Kota di Ampana berdasarkan SK. BKDH Tingkat II Poso No. 372/UP Tanggal 25 September 1961 dan pada tanggal 28 Pebruari 1962 terbitlah Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Tengah tentang Pembagian Wilayah Kewedanaan dan Kecamatan di Kabupaten Poso, Setelah menunggu ± 30 Tahun dengan semangat Otonomi Daerah yang dimulai Tanggal 1 Januari 2001, melalui UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Pemerintah Daerah serta UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka semangat perjuangan yang selama ini telah terpendam dan terkubur oleh pergantian waktu dan generasi akhirnya bangkit kembali, yang ditandai dengan Rembuk Masyarakat Tojo Una-Una pada Tanggal 10 s.d. 11 Maret 2001 yang disponsori oleh Mahasiswa Tojo Una-Una di Palu yang tergabung dalam Forum Pelajar Mahasiswa Tojo Una-Una (FORPESTAN). FORPESTAN dibentuk berdasarkan surat keputusan Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Tojo Una-Una (IKPM-TU) Cabang Palu yang ketuanya pada waktu itu adalah Ir. MOH TASLIM DP.

Untuk merealisasikan terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una lepas dari Kabupaten Poso sebagai Kabupaten Induk dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (pada kenyataannya struktur kepengurusan tersebut tidak berjalan dengan efektif sehingga perjuangan untuk membentuk Kabupaten Tojo Una-Una dilakukan oleh beberapa orang dari pengurus Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una (KPPK-TU) serta anggota masyarakat yang didalam maupun diluar Tojo Una-Una dan para Pengurus IKPM-TU dan Mahasiswa-Mahasiswa Tojo Una-Una di Palu, yang tetap eksis dalam memperjuangkan Kabupaten Tojo Una-Una sampai disahkannya UU. No. 32 Tahun 2003).

Mendeklarasikan terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una ; Adapun Naskah Deklarasi tersebut sebagai berikut:

"DENGAN RAHMAT ALLAH SWT. KAMI MASYARAKAT TOJO UNA-UNA, DENGAN INI MENYATAKAN SEBAGAI KABUPATEN DI WILAYAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. HAL-HAL LAIN YANG BELUM DIATUR AKAN DIATUR KEMUDIAN OLEH KOMITE PERJUANGAN PEMBENTUKAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA"
DITETAPKAN DI AMPANA
MINGGU, 11 MARET 2001
OLEH MASYARAKAT TOJO UNA-UNA

Setelah Naskah Deklarasi tersebut dibacakan oleh Bapak DJAMAL SUPU pada tanggal 11 Maret 2001 sebagai salah satu pelaku sejarah awal Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una yang masih hidup saat itu, tidak ada pilihan lain dalam perjuangan ini selain terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una secara DEFACTO. Ini merupakan fase ke dua dalam memperjuangkan Kabupaten Tojo Una-Una sejak ± 30 Tahun oleh Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una (KPPK-TU) yang di ketuai oleh Syaiful Tandjumbulu, untuk mengharapkan pengakuan YURIDIS dari para pengambil kebijakan di Negara ini.

Kerja keras yang dilakukan oleh Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una dan IKPM-TU Cabang Palu akhirnya mendapat respon positif baik dari pihak eksekutif maupun legislatif walaupun dalam perjuangan KPPK-TU mendapat tantangan dari beberapa kelompok orang yang tidak ingin Tojo Una-Una dimekarkan menjadi suatu Kabupaten lepas dari Kabupaten Poso, dengan mengatasnamakan masyarakat Tojo Una-Una. Hal ini dipengaruhi oleh situasi politik Kabupaten Poso yang dilanda kerusuhan saat itu. Keadaan tersebut tidak menyurutkan semangat KPPK-TU sebagai pemegang mandat dari rembuk masyarakat Tojo Una-Una untuk memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una, yang pada akhirnya ditandai dengan dikeluarkannya beberapa Rekomendasi maupun Surat Keputusan Bupati Poso, DPRD Kabupaten Poso, Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, DPRD Propinsi Sulawesi Tengah.
Dari hasil tinjauan tersebut diatas, kemudian diproses di jakarta sehingga pada tanggal 20 Nopember 2003, DPR-RI melakukan Rapat Paripurna dalam rangka Pengesahan Undang-Undang Pembentukan beberapa Kabupaten diantaranya Kabupaten Tojo Una-Una, selanjutnya pada tanggal 18 Desember 2003 Undang-Undang yang telah disetujui dalam Paripurna tersebut masuk dalam Lembaran Negara No. 32 Tahun 2003.

C. MASA KERAJAAN
  1. Kerajaan Tojo
Berdasarkan cerita rakyat yang dikutip dari buku sejarah Tojo Una-Una karangan Drs. Hasan, M.Hum, bahwa Tojo berasal dari kata “Matojo” yang berarti kuat, dalam versi ini orang berdasar pada argumentasi awal sejarah terbentuknya Tojo, bermula dari penjemputan bakal raja Pilewiti oleh orang Manuru “Talamoa” dari sausu menuju Tojo. Dikisahkan dalam perjalanan dari Bambalowo sekitar tahun 1770 bersama pengawalnya 40 orang laki-laki menuju Tojo dengan menggunakan perahu Sampan Batang. Ringkas cerita di dalam perjalanan terjadi dialog dan tanya jawab antara Talamoa dengan Pilewiti yang menanyakan semua sungai yang dilewati dari Sausu sampai dengan Tanjung Pati-Pati yang pada akhirnya Pilewiti menunjuk sungai Tojo sebagai tempat untuk didiami, karena menurut beliau tempat tersebut (Tojo) adalah yang terbaik dari semua yang di lewatinya dari Sausu hingga Pati-Pati sehingga Tojo ditetapkan sebagai pusat kerajaan. Dari cerita singkat inilah menggambarkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya wilayah kekuasaan kerajaan Tojo mulai dari Pati-Pati sampai dengan Pandiri (Korontomasa). Dipilihnya desa Tojo sebagai pusat kerajaan Tojo memiliki arti filosofis yang sangat dalam dengan kata Tojo atau Matojo (dalam bahasa bugis kuat) yaitu ada kekuatan yang tersimpan di kalangan masyarakat Tojo terutama dalam keberanian dalam menghadapi segala tantangan termasuk keuletan dalam mengarungi lautan dan mencari pimpinannya (Raja). Dari cerita inilah awal nama Tojo dikenal dan menjadi pusat kerajaan.
  1. Kerajaan Togean
Kerajaan Togean adalah suatu kerajaan yang berdaulat dan otonom serta mempunyai kekuasaan yang besar dan kuat sebagai tanda kebesaran kerajaan. Adanya kedudukan raja dan kebendaan (benda pusaka kerajaan) menjadi sumber dari kerajaan ini, hal ini terlihat dari bendera kuning berukuran panjang 3 M dan lebar 1,5 M dan mempunyai lambang sebagai mahkota yaitu gunung sebagai simbol pertahanan kerajaan dan rumpun bambu kuning.
Raja pertama kerajaan Togean bernama Sari Buah yang memerintah sejak tahun 1762 – 1791. kerajaan Togean berdiri tahun 1762 dengan   ibukota di Benteng, raja di kerajaan Togean digelar dengan nama Kolongian. Pada masa raja ketujuh yang bernama Zakariah 1896-1899 memerintah datang para kompeni Belanda untuk melakukan persahabatan dan kerja sama, namun di balik itu raja Zakariah dipaksa untuk menandatangani pernyataan tunduk dan takluk terhadap kolonial dan bersedia pusat kerajaan Togean di pindahkan di wilayah Una-Una.

Dengan perpindahan pusat kerajaan tersebut maka raja Zakariah digantikan oleh Muhammad Marudjeng Dg. Materru sebagai raja pertama di kerajaan Una-Una (1899 – 1926), kemudian Muhammad Marudjeng Dg. Materru digantikan oleh Lapalege Laborahima dan akhirnya raja terakhir di Kerajaan Una-Una adalah Sainudin Lasahido (1946-1950). Pada tahun 1951 kerajaan Una-Una di lebur menjadi kepala Swapraja dengan demikian maka sistim kerajaan berakhir diwilayah Una-Una.
Dengan berakhirnya masa raja-raja baik di kerajaan Tojo dan kerajaan Una-Una dibentuklah kewedanaan Tojo Una-Una yang merupakan bekas wilayah swapraja Tojo yang berkedudukan di Ampana dan swapraja    Una-Una  yang berkedudukan di Una-Una, dengan instruksi Bupati KDH Poso No. 1 tahun 1960 tanggal 9 Februari 1960 untuk mempersiapkan kewedanaan Tojo Una-Una.

SUMBER : Tojo Una-Una

0 komentar:

Posting Komentar

Trailer Forsaken